Berawal dari ramainya twitter mengenai spanduk pelarangan mendirikan bangunan gereja di daerah Pondok Jagung Timur Tangerang Selatan. Saya mulai searching di google tentang GKI Yasmin, isu yang kurang lebih sama dengan yang ramai di twitter akhir-akhir ini, meski sebenarnya isu ini sudah lama bahkan sempat menimbulkan reaksi dunia. Saya tak terlalu mengikuti permasalahan GKI Yasmin dan pelarangan-pelarangan pendirian bangunan tempat ibadah lainnya, sebutlah HKBP Filadelfia, HKBP Setu dan Ahmadiyah. Konsern saya adalah penyelamatan Hutan Kalimantan lewat gerakan
#saveborneo silahkan klik link tersebut jika tertarik, maka kasus GKI Yasmin dan yang lain-lain ini sekedar saya ikuti lewat berita di televisi saja meski bukan berarti saya tak peduli.
|
spanduk yang dibentangkan oleh warga |
Setelah searching beberapa lama, saya menemukan beberapa video diantaranya video
Logika Semakin Terbalik dan video yang lain silahkan klik link
ini dan sebenarnya masih banyak video-video lain lagi yang berkaitan, namun menurut saya yang menarik adalah kedua video tersebut. Saya tonton beberapa kali dan kemudian saya semakin menyadari betapa parahnya negara ini kalau menyangkut tentang agama dan toleransi. Tidak hanya kepada alam manusia ini tidak bertoleransi, bahkan juga kepada sesamanya manusia pun kita sudah tidak lagi bisa saling menghormati.
Sialnya presiden kita bapak Susilo Bambang Yudhoyono akan menerima penghargaan 'Wolrd Statesman' dari sebuah LSM di Amerika
Serikat, The Appeal of Conscience Foundation, akhir Mei nanti.
Penghargaan itu diberikan kepada SBY karena dianggap sukses membuat Indonesia menjadi negara yang menjunjung tinggi toleransi beragama ( baca
ini ). Jika SBY menerima penghargaan tersebut berarti beliau menganggap masalah GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, HKBP Setu dan Ahmadiyah sudah selesai, dan pada kenyataannya belum selesai sama sekali. Lalu sampai hati kah SBY menerima penghargaan tersebut? atau memang pejabat dinegeri ini memang sudah tak punya hati lagi? *Sigh
|
korban intoleransi beragama surati obama soal award untuk sby |
Saya berusaha untuk tidak memihak kepada pihak manapun dalam berargumen. ini pun murni sekedar pendapat pribadi saya, anda yang mungkin membaca tulisan saya ini juga bisa saja mempunyai pendapat berbeda. menurut saya begini, di negara ini kebebasan beragama dijamin oleh Undang-Undang Dasar, silahkan baca
ini, maka selayaknya setiap warga negara patuh terhadapnya. Jika kita tarik ke kasus GKI Yasmin negara lalai menjalankan perintah Undang-Undang, Konstitusi negara Indonesia.
Lagi-lagi menurut saya, GKI Yasmin berhak membangun gerejanya ditanah yang memang hak mereka, hasil dibeli, mereka punya surat-surat kepemilikan tanahnya dan jelas bukan hasil rampokan. Apa alasan warga (bisa saja hanya beberapa orang warga sebenarnya) menolak pembangunan gereja disitu? dari segi jumlah umat mereka jelas banyak, lebih dari seratus orang, wajar mereka perlu tempat untuk berkumpul menyembah Tuhan-nya. Bandingkan dengan beberapa tempat ibadah lain yang hanya diisi oleh beberapa orang, kalau mau jujur seringkali kita lihat dibeberapa mushola dan masjid yang umatnya hanya sedikit yang sholat kan? ada juga gereja yang umatnya hanya beberapa orang. menurut saya yang beginian boleh dilarang, digusur aja, suruh mereka sholat atau kebaktian di masjid lain atau gereja lain yang jaraknya ga jauh-jauh amat. Alasan ini tepat jika bangunan keagamaan yang akan dibangun hanya sekedar dibangun, tidak ada umat yang bersembahyang disitu terus kemudian tidak diurus. yang tipe seperti ini layak digusur saja tempat ibadahnya.
|
Tidak ada pengeras suara yang diarahkan keluar |
Apa sesungguhnya alasan tidak bolehnya dibangun gereja di daerah tersebut? warga takut terganggu? Ayolah, gereja dipakai tidak tiap hari kok, paling hari minggu, hari-hari besar keagamaan dan paling sesekali latihan koor dan acara-acara khusus. Tidak sepanjang hari dalam satu minggu. Setahu saya di gereja manapun, pengeras suara (TOA) gereja hanya diperuntukkan kedalam gereja agar suara pemimpin ibadat terdengar oleh semua umat yang datang, jikalaupun ada speaker yang diarahkan keluar itu biasanya karena umat terlalu ramai (contoh gereja Kota Baru, Jogjakarta) ini pun tidak banyak, dan lagi-lagi demi keperluan umat yang datang ke gereja agar semua mendengar apa yang diucapkan oleh ulamanya (pendeta atau pastor). Bukankah Tuhan tidak tuli untuk bisa mendengar apa yang kita ucapkan? Tuhan bahkan mendengar ketika kita hanya berbicara didalam hati. Bandingkan dengan saudara-saudara muslim. Sholat 5 kali sehari, speaker (TOA) diarahkan keluar masjid, sesungguhnya ini lebih mengganggu (jika kita konteks kan ke "gangguan") saya sempat bertanya apa maksud dari speaker diarahkan keluar begitu, dari SMP sampai Kuliah, kamar saya selalu dekat dengan masjid, terkadang sering terbangun pagi-pagi jam 5 gara-gara suara adzan subuh padahal saya baru tidur jam 3an karena harus menyelesaikan tugas, begitu kerasnya suara speaker itu sampai terbangun saya. Jujur saja, saya sempat dongkol dan berkata : Apakah Tuhan mu sedang tidur atau mungkin tuli hingga untuk membuatnya mendengar diperlukan Speker sekeras itu dipagi buta begini? dan jangan lupa, speaker itu dipakai 5 kali sehari sepanjang setiap hari. jangan lupa pula tidak semua orang bekerja disiang hari, penjaga warnet, petugas SPBU, penjaga toko-toko 24 jam yang bergantian berjaga dan baru pulang jam 3 jam 4 pagi saya rasa juga akan terganngu dengan suara itu. Apakah ada protes dari saudara-saudara diluar Islam? sepertinya tidak. Tidak ada yang protes bisa saja karena sudah dewasa memandang sebuah perbedaan atau takut? yang jelas tidak pernah saya mendengar ada yang komplain ke masjid waktu adzan subuh dikumandangkan. hehe
|
TOA yang dipasang di Masjid |
Sesungguhnya jika kita bertanya kepada saudara-saudara yang muslim kesalah pahaman saya diatas bisa teratasi, dalam sebuah diskusi dengan teman muslim teman tersebut mengatakan bahwa hal itu dilakukan agar umat muslim ingat waktunya sholat, dan kepada saudara-saudara yang bukan muslim bisa mendengar juga dengan harapan bisa mendapat hidayah dan manfaat dari mendengar lantunan adzan. Seandainya semua orang bisa saling mengerti seperti ini betapa indahnya negeri ini.
Beberapa waktu lalu saya berkunjung ke rumah seorang dosen di daerah Bantul, Jogjakarta. kebetulan rumahnya bertetangga dengan 3 madjid sekaligus, jarak dari rumahnya ke masjid-masjid itu tidak begitu jauh masing-masing sekitar beberapa ratus meter. Dalam hati saya berkata, beruntung sekali ibu dosen ini bisa mendengar lantunan adzan dari 3 masjid langsung. Menurut ibu dosen ini, masing-masing masjid memiliki gaya khotbah-nya sendiri-sendiri, di dua masjid kalau khotib-nya sedang ceramah atau khotbah suasananya seperti tempat ibadah pada umumnya serius, menyentuh, menenangkan dan terkadang bahkan ada penceramah yang sambil melucu, sangat menghibur dan tentu saja bagus, tetapi ada juga yang sedikit-sedikit ngomong kafir tidak lama setelahnya ngomong jihad, setelah itu ngomong kafir setan lagi dan begitu seterusnya. Saya teringat kata-kata teman saya yang dulu bilang "agar saudara-saudara diluar muslim juga mendapat hidayah mendengar suara yang keluar dari TOA itu" alam hati saya berkata, dimana hidayah yang kami dapat jika yang keluar dari TOA itu adalah ajakan kebencian dan amarah? bukankah hal seperti ini yang seharusnya dilarang?
Kembali lagi ke permasalahan GKI Yasmin dan toleransi di negeri ini. Sesungguhnya jemaat GKI Yasmin disediakan tempat oleh pemda setempat dilokasi lain yang relatif lebih aman dan tidak mengalami penolakan. Disebuah gedung milik pemda setempat, tetapi jemaat GKI Yasmin menolaknya, karena jaraknya 5km dari tempat mereka ingin membangun gereja tersebut. Saya setuju dengan yang dilakukan jemaat GKI Yasmin, kenapa? karena ini adalah tirani mayoritas, ketika hal yang salah ini dituruti maka tidak akan terjadi perubahan pola pikir di negeri ini. Jika sekarang mayoritas melarang dan dituruti, tidak menutup kemungkinan akan terus berlanjut bahkan untuk aspek yang lain.
Hanya satu hal yang mengganggu saya, apa penyebab warga menolak pembangunan gereja di daerah tersebut? Karena mengganggu ketenangan kah? jika iya, tempat ibadah mana yang lebih menimbulkan kebisingan? tidak berguna karena tidak ada umat, nanti bangunan itu cuma jadi bangunan tanpa kegiatan, jadi sia-sia saja? saya rasa juga tidak, umat GKI Yasmin lebih dari 200 orang. Tanah tersebut bukan tanah milik jemaat GKI Yasmin? surat-surat kepemilikan tanah lengkap. Jadi apa penyebab masyarakat (entah semua entah hanya sebagian kecil) disekitar itu menolak pembangunan gereja GKI Yasmin?
~DBY~
0 comments:
Post a Comment