Pilgub Kalbar : Agama dan Suku

Serunya Politik Kalbar akhir-akhir ini kembali di bahas oleh salah seorang penulis di Koran Online ini. Artikel tersebut menarik karena ia berani terang-terangan menyinggung tentang hal-hal sensitif semacam suku dan keagamaan yang sebagian orang bungkus dengan bahasa-bahasa manis agar tak terlihat begitu vulgar tentang disparitas dan gap Melayu-Dayak Islam-Kristen di Kalimantan Barat.

Dalam tulisan Hasreiza ini, degang gamblang ia menyebutkan bahwa beberapa calon hanya dijadikan alat pemecah suara salah satu etnis/agama. Hal paling menarik di Kalimantan Barat adalah etnis dan agama seolah tak terpisahkan, seolah satu. Islam identik dengan Melayu, Dayak dengan Kristen/Khatolik, entah sejak kapan pandangan tersebut bermula.

Sebelum jauh kepolitik ada baiknya saya bahas terlebih dahulu pandangan unik yang terdapat di Kalbar mengenai Agama-Suku, Karena isu ini begitu kuat digunakan dalam pemilu kada Kalbar semenjak dulu. Sentimen Agama dan Suku begitu dominan dalam mendulang suara. Hal unik di Kalbar adalah Islam adalah Melayu, Melayu adalah Islam dan Dayak adalah Kristen, Kristen adalah Dayak. Bahkan Seorang dayak yang berpindah keyakinan ke Islam kemudian di cap Senganan, yaitu Dayak yang sudah menjadi Melayu. Jika diperdebatkan, Suku, bagaimanapun tidak bisa digabungkan dengan Agama. Suku ada dalam darah, apapun agamanya jika ia terlahir sebagai seorang dayak maka sukunya tak akan pernah berubah meski ia memeluk agama apapun termasuk Islam.

Pandangan lain juga muncul, Dayak begitu unik dan bertolak belakang dengan Islam terutama dalam hal BABI. Bagi Masyarakat Dayak, adat adalah pegangan utama, tidak ada adat tidak ada Dayak. Lalu kemudia apa hubungannya dengan Islam? Setiap upacara adat suku Dayak tidaklah dapat dipisahkan dari binatang babi, mulai dari Lahir, dipotongkan babi, mandi pertama kali ke sungai dipotongkan babi, menikah harus membayar sekian ekor babi, membuat rumah harus ada babinya. Intinya babi begitu melekat dengan makanan khas orang dayak, bagi mereka orang dayak yang tidak makan babi begitu sukar diterima, aneh. Setiap kegiatan adat orang Dayak tidak pernah lepas dari membunuh babi sebagai makanan utamanya. Mungkin oleh sebab itu Islam begitu tidak cocok dengan kehidupan masyarakat Dayak.

Sebenarnya, jika hendak memperdebatkan mengenai ke-Dayak-an kita bisa menghabiskan beberapa jam atau bahkan seharian karena begitu banyak fenomena yang menarik jika ditelisik, ambillah contoh kebiasaan orang Dayak mengangkat anak dari etnis lain, Dayak kah dia? bagaimana dengan orang-orang bule yang membantu pengrajin tenun ikat di beberapa desa di Sintang memasarkan produk mereka, Dayak kah mereka? coba bandingkan dengan orang dayak sendiri yang menambang emas tanpa izin di sungai, mencemari lingkungan, Dayak kah mereka? Bagaimana dengan pejabat-pejabat yang memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan sawit maupun tambang yang pada akhirnya menyengsarakan kehidupan masyarakat suku Dayak sendiri, Dayak kah mereka? masih begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan perenungan lebih jauh.

Kembali ke topik awal, basis agama dan suku di Kalimantan Barat cukup mudah dipetakan, bagian pesisir seperti Sambas dan Ketapang, didominasi Islam-Melayu, Pontianak Kota, serta kota-kota kabupaten sebagian besar dihuni oleh Islam-Melayu, sedang Dayak-Kristen tersebar di Luar itu, banyak masuk ke pedalaman-pedalaman.

Dalam Pemilu kada nanti, ada 4 pasangan calon, 1 pasang yaitu pasangan Petahana mewakili dan merepresentasikan Dayak-Kristen/Khatolik dan China, 3 pasang lainnya Melayu-Islam, meski salah satu wakil dari 3 pasangan tersebut adalah Dayak tetapi tidaklah begitu diperhitungkan. (baca disini untuk mengetahui data-data dan latar belakang pasangan cagub-cawagub). Berbagai opinipun muncul. Sebagian kalangan berpendapat bahwa pilgub kali ini suara Islam-Melayu terpecah 3, sedangkan Dayak-Kristen terfokus pada 1 pasangan calon, yakni pasangan Petahana, maka peluang besar bagi calon petahana untuk menang.

Bagi saya, bukan masalah dia Dayak atau bukan, Kristen Khatolik atau bukan, sepanjang dia memperjuangkan kehidupan yang layak bagi masyarakat Kalbar dialah Dayak yang sesungguhnya untuk saya meski dia tak berdarah Dayak, dialah utusan Tuhan Yesus yang sesungguhnya bagi masyarakat Kalbar, meski dia mengharamkan babi. Bule sekalipun, jika dia memperjuangkan kehidupan masyarakat pedalaman Kalbar, maka dia saya anggap layak mendapat pengakuan sebagai orang Dayak. Sebaliknya, orang Dayak yang setelah menjabat kemudian menjual tanahnya kepada pengusaha, memuja uang sebegitunya hingga tak dia pikirkan masyarakat dibawahnya yang percaya kepadanya adalah seburuk-buruknya dayak, ia tak layak disebut Putra Putri Dayak, ia tak layak disebut Putra Putri Yesus.

Harapan besar dipertaruhkan di pilgub Kalbar nanti, semoga siapapun yang menjadi gubernur Kalbar, semoga dia yang terbaik yang memimpin Kalbar.

*********

2 comments:

Unknown said...

sepp bagus banget

Anonymous said...

Saya sangat setuju dengan pendapat saudara, tidak menaikkan suku pribadi dan tidak menjatuhkan suku yg lain. Kuncinya netral dan yakin siapapun yang terpilih merupakan yang terbaik untuk kalbar. Beginilah seharusnya pemikiran generasi muda, kaum intelek, pemikiran yang terbuka di era globalisasi seperti ini supaya kita tidak jalan ditempat. Keep be wise!

Post a Comment